Cari Blog Ini

Senin, 19 Juli 2010

Askep Hipertensi

DASAR TEORITIS



A. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian
Definisi konseptual hipertensi yaitu peningkatan tekanan darah yang berkaitan dengan peningkatan mortalitas kardiovaskuler lebih dari 50% (Sylvia & Lorraine 1992).
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik  140 mmHg dan tekanan darah diastolik  90 mmHg, atau bila pasien memakai obat anti hipertensi (Mansjoer, A., 1999).
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood pressure (JNC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi maligna. Keadaan ini dikategorikan sebagai primer/esensial (hampir 90% dari semua kasus) atau sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi patologi yang dapat dikenali, seringkali dapat diperbaiki (Doenges, 2000).
Hipertensi adalah suatu tekanan darah sistolik lebih besar atau sama dengan 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih besar atau sama dengan 90 mmHg (Danna. DI., 1991).


Klasifikasi menurut WHO/ISH
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normotensi < 140 < 90
Hipertensi ringan 140-180 90-105
Hipertensi perbatasan 140-160 90-95
Hipertensi sedang dan berat > 180 > 105
Hipertensi sistolik terisolasi > 140 < 90
Hipertensi sistolik perbatasan 140-160 < 90

2. Etiologi
Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu :
a). Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin - angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca interselular, dan faktor – faktor yang meningkatkan risiko, seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.
b). Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya diketahui seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom Cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain-lain (Mansjoer, A.,1999;518).


3. Patofisiologi

Autoregulasi

Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Primer
( Hipertensi ) ( CJ me ) dan atau ( TP me )

Preload Kontraktilitas Konstriksi Hipertropi fungsional struktural

Vol. Cairan Konstriksi vena

Perubahan
membran sel
Retensi Na ginjal Luas infiltrasi aktivitas simpatis Renin hiperinsulinemia
angiotensin
Asupan Na

Faktor genetik Stress Faktor genetik Faktor endotel
Obesitas

(Sumber ; PADPI, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II)

4. Tanda dan Gejala
Peninggian tekanan darah kadang–kadang merupakan satu–satunya gejala. Bila demikian, gejala baru akan muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdenging, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang – kunang dan pusing.


5. Penatalaksanaan
a. Tujuan Pengobatan Hipertensi
1). Menurunkan tekanan darah sampai normal atau mendekati normal, tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari. Dengan demikian dapat komplikasi dan menurunkan morbiditas dan mortalitas.
2). Prevansi terhadap peninggian tekanan darah dan “herat rate” secara akut selama “exercise” dan “stress”
b. Obat-obat Anti Hipertensi
1) Diuretik
a) Kemanjuran maksimal rendah; Indapamid (Lozol), Ftalimidin, Tiazid.
b) Kemanjuran maksimal tinggi; Bumetanid (Bumex), Asam Etakrinat (Edeerin), Furosemid (Lasix).
c) Hemat Kalium; Amilorid (Midomir), Spironolakton (Aldaetone), Trianteren (Dyrenium).
2) Obat Simpatolitik
a) Bekerja pada SPP; Klonidin (Catapres), Guanabenz (Wytensin), Metildopa (Aldomet).
b) Bekerja pada gonglion otonom; Trimetafan (Arfonad).
c) Bekerja pada neuron simpatis pasca ganglion; Guanadrel (Hylorel), Guanetidin (Isenelin), Penghambat monoamin oksidase, Reserpin.


d) Penghambat reseptor
(1) Adrenoreseptor; Fenoksibenzamin (Dibenzyline), Fentolamin (Reqitinin), Prazosin (Minipres).
(2) Adrenoreseptor; Atenol (Tenormin), Labetol (Normodyne, Trandate), Metoprolol (Lopressor), Nadolol (Corgard), Pindolol (Visken), Propanolol (Inderal), Timolol (Blocadren).

(3) Vasodilator; Diazoksid (Hyperstat), Diltiazem (Cardizem), Hydralazin (Apresoline), Minoksidil (Lomitmen), Nifedipin (Adelat, Procardia), Verapamil (Calan, Isoptin).
(4) Penghambat sistem renin angiostenin; Captopril (Capoten), Enalapril (Vasotec), Saralisin (Sarenin).
c. Diit Hipertensi/Diit Rendah Garam
Hipertensi dapat dikendalikan dengan Diit rendah Garam, merupakan diit dengan pembatasan konsumsi garam untuk membantu menghilangkan retensi garam/air dalam jaringan tubuh
1) Syarat-syarat Diit Rendah Garam
a) Cukup kalori, mineral dan vitamin
b) Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan penyakit
c) Jumlah natrium yang diperolehh disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam/air dan/atau hipertensi.


2) Macam Diit Rendah Garam
Jika ditinjau dari jumlah natrium yang perlu dikonsumsi, Diit Rendah Garam dibagi menjadi 3 yaitu :
a) Diit Rendah Garam I (DRG I) mengandung natrium 200-400 mg. Dalam pemasakan tidak ditambahkan garam dapur. Bahan makanan tinggi natrium dihindarkan. Makanan diberikan kepada penderita dengan oedema, ascites dan/atau hipertensi berat.
b) Diit Rendah Garam II (DRG II) mengandung natrium 600-800 mg. Pemberian makanan sama dengan DRG I. dalam pemasakan makanan diperbolehkan menggunakan ¼ sdt garam dapur (1 gr). Bahan makanan tinggi natrium dihindarkan. Makanan ini diberikan kepada penderita dengan oedema, ascites dan/atau hipertensi sedang ini diberikan kepada penderita dengan oedema, ascites dan/atau hipertensi sedang
c) Diit Rendah Garam III (DRG III) mengandung natrium 1000-1200 mg. Pemberian makanan sama dengan DRG I. Dalam pemasakan boleh diberi garam dapur ½ sendok teh (2 gr). Makanan ini diberikan kepada penderita dengan edema, dan/atau hipertensi ringan.


6. Komplikasi
Penyakit hipertensi bila tidak dikontrol secara teratur akan berlanjut kearah penyakit yang mematikan seperti :
a. Penyakit jantung
b. Cedera serebrovaskular
c. Gagal ginjal

B. Asuhan Keperawatan


Asuhan keperawatan merupakan bentuk pelayanan kesehatan profesional yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan yang ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit. Dengan mempertimbangkan aspek bio, psiko, sosial dan spiritual yang komprehensif.
Asuhan keperawatan yang komprehensif dilaksanakan pada klien dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien yang dilaksanakan secara bio, psiko, sosial dan spiritual dalam upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
1. Pengkajian

Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Pengkajian adalah langkah awal dalam salah satu proses keperawatan ( Gaffar, 1999 ) Kegiatan yang dilaksanakan dalam pengkajian adalah pengumpulan data dan merumuskan prioritas masalah. Pada pengkajian – pengumpulan data yang cermat tentang klien, keluarga, didapatkan data melalui wawancara, observasi dan pemeriksaan.
Data yang dikumpulkan dapat dibagi dua (Kelliat, Budi Ana., 1995) :
a. Data dasar
b. Data khusus yang berhubungan dengan situasi klien saat ini yang dapat ditentukan oleh perawat, klien atau keluarga.
Tujuan dari pengkajian keperawatan adalah mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data. Sehingga disimpulkan menjadi diagnosa keperawatan (Gaffar, 1999).
Dasar data pengkajian klien menurut Doenges (1999) :
a. Aktivitas/istirahat

Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung.
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan panyakit serebrovaskular. Episode palpitasi, perspirasi.
Tanda : kenaikan tekanan darah, hipotensi postural, takikardi, pengisian kapiler lambat, pucat, sianosis, diaforesis, dan kemerahan (feokromositoma).
c. Integritas Ego

Gejala : ansietas, marah.

Tanda : gerak tangan empati, peningkatan pola bicara.

d. Eliminasi

Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu.

e. Makanan/Cairan

Gejala : makanan yang disukai, yang mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol, mual, muntah, perubahan berat badan (meningkat/menurun).
f. Neurosensori

Gejala : keluhan pening/pusing, berdenyut, sakit kepala suboksipital.
Episode kebas dan/atau kelemahan pada satu sisi, gangguan penglihatan.
Tanda : status mental: perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, afek, proses pikir, atau memori (ingatan).
g. Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala : angina, sakit kepala oksipitalberat seperti pernah terjadi sebelumnya.
h. Pernafasan

Gejala : dispnea, takipnea, riwayat merokok, batuk dengan/tanpa sputum.
Tanda : distress respirasi, bunyi nafas tambahan, sianosis.
i. Keamanan

Keluhan/ : gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
Gejala


2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan yang atau masalah kesehatan yang potensial dimana perawat dapat secara sah dan mandiri menanganinya dalm bentuk tindakan yang ditujukan untuk mencegah, mengurangi, atau mengatasi masalah tersebut (Gordon & Carpenito, 1998)
Diagnosa keperawatan dibagi sesuai dengan masalah kesehatan klien yaitu :
a. Aktual, diagnosa keperawatan yang menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data klinik yang ditemukan.
b. Potensial, diagnosa keperawatan yang menjelaskan bahwa masalah kesehatan yang nyata akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi keperawatan. Saat ini masalah belum ada tapi etiologi sudah ada.
c. Kemungkinan, diagnosa keperawatan yang mejelaskan bahwa perlu data tambahan untuk memastikan tambahan masalah. Pada keadaan ini masalah dan faktor pendukung belum ada tapi sudah ada faktor yang menimbulkan masalah (Kelliat, Budi Ana., 1995)
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan hipertensi, menurut Doenges ( 1999 ), yaitu :
a. Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi dan iskemia miokardia.
b. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
c. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskular serebral.
d. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan yang berlebihan, pola hidup monoton, keyakinan budaya.
e. Koping individu inefektif berhubungan dengan krisis situasional/maturasional, sistem pendukung tidak adekuat, metode koping tidak efektif.
f. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, rencana pengobatan berhubungan dengan kurang pengetahuan/daya ingat, misinterpretasi informasi, keterbatasan kognitif.

3. Perencanaan
Perencanaan adalah penentuan apa yang dilakukan untuk membantu kebutuhan kesehatannya dan mengatasi masalah keperawatan yang ditentukan. Perencanaan keperawatan ini dilaksanakan sesuai dengan diagnosa keperawatan diatas.
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka intervensi dan aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang terdiri dari :
a. Menentukan prioritas diagnosa keperawatan.
b. Menetapkan sasaran ( Goal ) dan tujuan ( Obyektif )
c. Menetapkan kriteria evaluasi
d. Merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan
Proses penentuan prioritas dimulai dengan memprioritaskan diagnosa keperawatan. Ada beberapa hal yang mempengaruhi dalam menentukan urutan prioritas (Kelliat, Budi Ana., 1998), yaitu :
a. Ancamann kehidupan dan kesehatan. Diagnosa yang mencakup masalah aktual, mengancam mqsalah kehidupan dan kehidupan merupakan fokus utama.
b. Sumber daya dan dana yang tersedia. Fokus diagnosa disesuaikan dengan kemampuan dan keterampilan perawat. Selain itu fasilitas dan dana yang tersedia akan mempengaruhi keberhasilan dan fokus intervensi keperawatan.
c. Peran serta klien. Perawat dan klien harus bekerja sama dalam menetukan fokus perhatian intervensi keperawatan.
d. Prinsip ilmiah dan praktik keperawatan.
Penetapan sasaran dan tujuan dilakukan setelah penetapan urutan prioritas dignosa keperawatan. Sasaran merupakan hasil yang diharapkan dalam mengurangi atau mengatasi masalah yang digambarkan pada diagnosa.
Tujuan dirumuskan untuk menggambarkan penampilan, hasil, atau prilaku klien yang berhubungan dengan sasaran. Ada tiga kegunaan tujuan (Kelliat, Budi Ana., 1998) : Memberi arah pemilihan atau penentuan strategi keperawatan, menentukan fasilitas, metode yang diperlukan dan memberi petunjuk pengorganisasian intervensi keperawatan.
Kriteria adalah standar yang dipakai untuk mengevaluasi penampilan klien. Kriteria evaluasi diperlukan apabila tujuan belum spesifik dan tidak dapat diukur. Ada beberapa syarat dari kriteria evaluasi:
a. Dapat diukur
b. Spesifik dalam isi dan waktu
c. Dapat dicapai

4. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan realisasi dari rencana yang telah dibuat. Pelaksanaan asuhan keperawatan adalah merupakan pemberian asuhan keperawatan yang nyata serta merupakan penyelesaian dari tindakan keperawatan untuk mencapai sasaran yang telah dirumuskan dalam perencanaan yaitu dengan terpenuhinya kebutuhan klien secara optimal (Gaffar, 1997).
Beberapa petunjuk pada pelaksanaan adalah sebagai berikut :
a. Intervensi dlaksanakan sesuai dengan rncana setelah dilakukan validasi.
b. Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal, dilakukan dengan cermat dan eisien pada situasi yang tepat.
c. Keamanan fisik dan psikologis dilindungi.
d. Dokumentasi intervensi dan respons klien.
Setelah pelaksanaan selesai, dilakukan dokumentasi intervensi secara tertulis pada catatan keperawatan dan proses keperawatan.
5. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan adalah tahap akhir proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dari keseluruhan tindakan keperawatan yang telah dilakukan, ditulis dalam catatan perkembangan yang berfungsi untuk mendokumentasikan keadaan klien berupa keberhasilan maupun ketidakberhasilan yang dilihat dari masalah yang ada (Gaffar, 1997).
Evaluasi yang dilakukan disini adalah bersifat sumatif yaitu dilakukan sekaligus pada akhir semua tindakan.

Askep GE untuk anak


DASAR TEORITIS

A. Konsep Dasar Gastroenteritis.

1. Pengertian

Gastroenteritis merupakan suatu keadaan dimana frekuensi buang air besar lebih dari empat kali pada bayi dan lebih dari tiga kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Ngastiyah, 1997).

Gastroenteritis adalah buang air besar (defikasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), dengan demekian kandungan air pada tinja lebih banyak dari biasanya (normalnya 100-200 ml per jam tinja). (Hendarwanto, 1996).

Gastroenteritis didefenisikan sebagai suatu peningkatan frekuensi, keenceran dan volume tinja serta diduga selama tiga tahun pertama kehidupan (Nelson, 1995).

2. Anatomi dan fisiologi

Susunan saluran pencernaan terdiri dari:

a. Mulut (oris)

b. Faring (tekak)

c. Osofagus (kerongkongan)

d. Ventrikulus (lambung)

e. Intestinum minor (usus halus)

1). Duodenum (usus 12 jari)

2). Yeyenum

3). Ileum

f. Intestinum mayor (usus besar)

1). Seikum

2). Kolon asenden

3). Kolon transversum

4). Kolon desenden

5). Kolon sigmoid

g. Rektum

h. Anus

Mulut/oris

Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri dari:

1). Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang di antara gusi, gigi, bibir dan pipi.

2). Bagian rongga mulut/bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum (palatum durum dan palatum mole) dan mandibularis di sebelah belakang bersambung dengan faring.

Faring

Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan, di dalam lengkung faring terdapat tonsil. Disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan. Faring terdiri dari bagian superior (nasofaring), bagian media (orofaring) dan bagian inferior (laringofaring). Gerakan menelan mencegah masuknya makanan ke jalan udara, pada waktu yang sama jalan udara ditutup sementara, permulaan menelan otot mulut dan lidah kontraksi secara bersamaan.

Osofagus

Merupakan saluran yang menghubungkan faring dengan lambung, panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah lambung.

Gaster (lambung)

Bagian lambung terdiri dari:

1). Fundus ventrikuli bagian yang menonjol ke atas terletak sebelah kiri osteum kardium dan biasanya penuh berisi gas.

2). Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah kurvatura minor.

3). Antrum pilorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang tebal membentuk spinter pilorus.

4). Kurvatura minor, terdapat sebelah kanan lambung terbentang dari osteum kardiak sampai ke pilorus.

5). Kurvatura mayor, lebih panjang dari kurvatura minor terbentang dari sisi kiri kardiakum melalui fundus ventrikuli menuju ke kanan sampai ke pilorus.

6). Osteum kardiakum, merupakan tempat dimana osofagus bagian abdomen masuk ke lambung.

Susunan lapisan dari dalam keluar, terdiri dari:

1). Lapisan selaput lendir, apabila lambung ini dikosongkan, lapisan ini akan berlipat-lipat yang disebut rugae.

2). Lapisan otot melingkar (muskulus sirkulasi).

3). Lapisan otot miring (muskulus oblinqus).

4). Lapisan otot panjang (muskulus longitudinal).

5). Lapisan jaringan ikat/serosa (peritoneum).

Fungsi lambung, terdiri dari:

1). Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung.

2). Getah cerna lambung yang dihasilkan:

  1. Pepsin fungsinya, memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan pepton).
  2. Asam garam (HCL) fungsinya: mengasamkan makanan, sebagai antiseptik dan desinfektan dan membuat suasana asam pada pepsinogen sehingga menjadi pepsin.
  3. Renin fungsinya, sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu).
  4. Lapisan lambung, jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam lemak yang merangsang sekresi getah lambung.

Usus halus/intestinum minor

Intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada seikum panjangnya ± 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan yang terdiri dari.

Duodenum. Disebut juga usus 12 jari panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pankreas juga menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidarat arang menjadi disakarida dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan polipeptika.

Yeyenum & ileum, mempunyai panjang sekitar ± 6 meter. Dua perlima bagian atas adalah yeyenum dengan panjang ± 2-3 meter dan ileum dengan panjang ± 4-5 meter.

Fungsi usus halus, terdiri dari:

1). Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.

2). Menyerap protein dalam bentuk asam amino.

3). Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.

Didalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yang menyempurnakan makanan:

1). Enterokinase, mengaktifkan enzim proteolitik.

2). Eripsin menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino.

  1. Laktase mengubah laktase menjadi monosakarida.
  2. Maltosa mengubah maltosa menjadi monosakarida.
  3. Sukrosa mengubah sukrosa menjadi monosakarida.

Usus besar/intestinum mayor

Panjangnya ± 1 ½ m, lebarnya 5-6 cm. Lapisan-lapisannya terdiri dari: selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, jaringan ikat.

Fungsi usus besar, terdiri dari:

1). Menyerap air dari makanan.

2). Tempat tinggal bakteri koli.

3). Tempat feces.

Seikum. Di bawah seikum terdapat appendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm.

Kolon asendens, panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan membujur ke atas dari ileum ke bawah hati.

Appendiks (usus buntu). Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari akhir seikum mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus.

Kolon tranversum. Panjangnya ± 38 cm, membujur dari kolon asendens sampai ke kolon desendens berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis.

Kolon desendens. Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas ke bawah dari fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.

Kolon sigmoid. Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring, dalam rongga pelvis sebelah kiri bentuknya huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan rektum.

Rektum

Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan os koksigis.

Anus

Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak di dasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh 3 spinter:

- Spinter ani internus, bekerja tidak menurut kehendak.

- Spinter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.

- Spinter ani eksternus, bekerja menurut kehendak.

Gambar anatomi saluran pencernaan

3. Etiologi

Etiologi/penyebab dapat dibagi dalam beberapa faktor:

a. Faktor infeksi.

1). Infeksi enternal, infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare anak. Yang merupakan infeksi enternal yaitu:

a). Infeksi bakteri: Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter.

b). Infeksi virus: Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus.

c). Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides).

2). Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan. Seperti: Otitis Media Akut (OMA), tonsillitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua tahun.

b. Faktor malabsorbsi.

1). Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi laktosa.

2). Malabsorbsi lemak.

3). Malabsorbsi protein.

c. Faktor makanan.

Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

d. Faktor psikologis.

Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar).

4. Patofisiologi

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:

a. Gangguan osmotik.

Akibat terdapat makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

b. Gangguan sekresi.

Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

c. Gangguan motilitas usus.

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare pula.

Proses terjadinya diare dipengaruhi oleh dua hal pokok yaitu konsistensi feses dan mobilitas usus, umumnya terjadi akibat pengaruh keduanya. Gangguan proses mekanik dan enzimatik disertai gangguan mukosa usus akan mempengaruhi pertukaran air dan elektrolit sehingga mempengaruhi konsistensi feses yang berbentuk. Peristaltik saluran cerna yang teratur akan mengakibatkan proses cerna berakibat terganggunya proses cerna secara enzimatik yang akan mempengaruhi pola defikasi.

- Muntah

- Diare

- Demam Volume cairan berkurang dan menurun

- Hiperventilasi

Tiba-tiba, dengan cepat cairan ekstraseluler hilang

Ketidakseimbangan elektrolit

Hilangnya cairan dalam intraselular

Disfungsi seluler

Syok hipovolemik

Kematian

(Sumber: Patofisiologi: Suriadi, 2001)

5. Tanda dan Gejala

  1. Sering buang air besar dengan kosistensi tinja cair atau encer.
  2. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi: turgor kulit jelek (elastisitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa kering.

  1. Keram abdominal.
  2. Demam
  3. Mual dan muntah.
  4. Pucat.
  5. Perubahan tanda-tanda vital: nadi dan pernafasan cepat.
  6. Menurun atau tidak ada pengeluaran urine.

Tanda-tanda dehidrasi:

1). Dehidrasi ringan (tubuh kekurangan cairan sebanyak 5 % dari BB):

- Turgor kulit sedikit menurun

- Takikardi

- Penderita merasa haus

2). Dehidrasi sedang (tubuh kekurangan cairan sebanyak 8 % dari BB):

- Sangat haus

- Takikardi, cepat dan lambat

- Turgor jelek

3). Dehidrasi berat (tubuh kekurangan cairan sebanyak 10 % atau lebih dari BB):

- Turgor sangat jelek

- Hipotensi, koma, mata cekung

- Denyut nadi sangat lambat sampai tak teraba

- Cianosis ujung ekstremitas

6. Penatalaksanaan

Prinsip:

a. Diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat etiologinya.Tujuan terapi rehidrasi untuk mengkoreksi kekurangan cairan dan elektrolit secara cepat (terapi rehidrasi) kemudian mengganti cairan yang hilang sampai diarenya berhenti (terapi rumatan).

Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan jumlah cairan yang telah hilang melalui diare dan/atau muntah (previous water losses = PWL), ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urine dan pernafasan (normal water losses = NWL), dan ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung (concomitant water losses = CWL).

Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta BB masing-masing anak atau golongan umur.

1). Jumlah cairan (ml) yang hilang pada anak umur <2>

Dehidrasi PWL NWL CWL Jumlah

-Ringan 50 100 25 175

-Sedang 75 100 25 200

-Berat 125 100 25 250

2). Jumlah cairan (ml) yang hilang pada anak umur 2-5 tahun (BB 10-15 Kg) sesuai dengan derajat dehidrasi

Dehidrasi PWL NWL CWL Jumlah

-Ringan 30 80 25 135

-Sedang 50 80 25 155

-Berat 80 80 25 185

3). Jumlah cairan (ml) yang hilang pada anak umur >5 tahun (BB 15-25 Kg) sesuai dengan derajat dehidrasi

Dehidrasi PWL NWL CWL Jumlah

-Ringan 25 65 25 115

-Sedang 50 65 25 140

-Berat 80 65 25 170

b. Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk menghindarkan efek buruk pada status gizi.

c. Antibiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin, tidak ada manfaatnya untuk kebanyakan kasus, termasuk diare berat dan diare dengan panas, kecuali pada:

1). Disentri, bila tidak berespon pikirkan kemungkinan amoebiasis.

2). Suspek kolera dengan dehidrasi berat.

3). Diare persisten.

d. Obat-obat antidiare meliputi antimotlitas (misalnya loperamid, difenoksilat, kodein, opium), adsorben (mis. norit, kaolin attapulgit). Antimuntah termasuk prometazin dan klorpromazin.Tidak satupun obat-obat ini terbukti mempunyai efek yang nyata untuk diare akut dan beberapa malahan mempunyai efek yang membahayakan. Obat-obat ini tidak boleh diberikan pada anak <5>

7. Komplikasi

Akibat diare, kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai komplikasi sebagai berikut:

  1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat).
  2. Renjatan hipovolemik
  3. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi, perubahan elektrokardiogram).
  4. Hipoglikemia.
  5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktase.
  6. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.
  7. Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian dapat dilakukan baik secara langsung maupun tak langsung, dengan pemeriksaan fisik secara inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi, selain itu juga dengan pemeriksaan medis dan laboratorium.

a. Keluhan Utama

Riwayat diare dengan adanya peningkatan jumlah, volume dan keenceran tinja yang dikeluarkan lebih dari tiga kali dalam sehari baik itu berupa cair dengan atau tanpa lendir dan darah, warna tinja makin lama berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tak ada, penurunan berat badan dan kadang disertai dengan muntah baik itu sebelum atau saat diare. Timbulnya diare yang berulang-ulang dapat mengakibatkan terjadinya dehidrasi baik itu ringan, sedang bahkan berat dengan penurunan status hidrasi seperti ubun-ubun dan mata cekung, turgor kulit menurun dan membran mukosa kering oleh karena banyaknya cairan dan elektrolit yang keluar dari tubuh sehingga dapat mengakibatkan tejadinya renjatan hipovolemik dengan gangguan sirkulasi darah dan dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran.

c. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita

Riwayat penyakit yang pernah diderita atau sedang dialami seperti infeksi saluran nafas atas, tonsillitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia, otitis media akut (OMA), ensefalitis, infeksi saluran kemih dan sebagainya.

d. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga

Kaji mengenai orang tua beserta keluarga seperti saudara kandung tentang keadaan kesehatan masing-masing apakah ada yang pernah menderita sakit atau bahkan ada riwayat penyakit yang diduga bersifat herediter seperti hemophilia, penyakit metabolik, penyakit endokrin atau adakah alergi terhadap sesuatu.

e. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Riwayat kehamilan mencakup keadaan ibu selama mengandung mulai dari trimester I, II, III mengenai apakah pernah mengalami muntah berlebihan, kekurangan darah (anemia), pernah terjadi perdarahan pervaginam. Ditanyakan juga riwayat minum jamu atau obat-obatan yang dikonsumsi saat kehamilan, kebiasaan makan ibu dan status gizi ibu, riwayat merokok atau minum-minuman beralkohol, sudahkah mendapatkan suntikan TT.

Dalam riwayat kelahiran apakah klien lahir dengan cukup bulan, SMK atau KMK, secara spontan atau menggunakan alat, ditolong dimana dan oleh siapa, apakah ada gangguan pernafasan seperti asfiksia, adanya trauma kepala, hemathoma, hidrocephalus atau microcephali, bayi terlihat kuning dan BB lahir kurang atau lebih.

f. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan didasari pada usia dan kemampuan fisik dan mental yang telah dicapai klien. Indikator tumbuh kembang fisik dapat digunakan berat badan, tinggi badan atau menggunakan standar gizi yang merupakan perpaduan dari umur – berat badan, umur – tinggi badan atau berat badan – tinggi badan. Pengkajian tumbuh dan kembang dilakukan berdasarkan riwayat sejak kelahiran sampai dengan pengkajian.

Dalam pertumbuhan fisik anak sedari lahir terdapat:

1). Pertumbuhan yang cepat sekali pada tahun pertama, berkurang secara berangsur-angsur sampai 3 – 4 tahun.

2). Pertumbuhan anak berjalan lambat dan teratur sampai akil balik.

3). Pertumbuhan cepat pada masa akil balik (usia 12 – 16 tahun).

4). Pertumbuhan yang berkurang secara berangsur-angsur sehingga pada usia ±18 tahun dan kemudian pertumbuhan akan berhenti.

Mengenai tumbuh kembang motorik (gerak anak), bagaimana reflek menghisap, memegang, menggigit, kapan mulai miring, tengkurap, duduk, berdiri dengan bantuan, berdiri sendiri, berjalan dan berlari, kemampuan mengucapkan kata serta berbicara.

Perkembangan mental, adalah pengertian anak akan suatu perintah, kemampuan proses pikir dan daya ingat, memberikan pendapat, menganalisa dan mensintesa suatu masalah, hubungan sosial dengan teman- teman sekitarnya. Dapat juga didasarkan pada perkembangannya melalui pengkajian dengan DDST untuk mengetahui sejauh mana kemampuan kemandirian dan bergaul, motorik kasar, bahasa dan kognitif serta motorik halus.

g. Riwayat Makanan

Apakah sudah mendapatkan ASI, sampai umur berapakah mendapatkan ASI, kemudian bila diganti dengan susu buatan atau sudah sejak awal mendapatkan susu pengganti (PASI), merk apa yang digunakan, berapa kali sehari, berapa banyak sekali pemberian, habis atau tidak. Kapan mendapatkan makanan tambahan, seperti buah, biskuit, bubur susu, nasi tim. Makanan yang diberikan saat klien sebelum dan sesudah sakit, waktu pemberian, habis atau tidak. Apakah terjadi penurunan BB dan adakah gangguan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi seperti penurunan selera makan, mual, muntah atau adakah alergi terhadap suatu makanan tertentu.

h. Riwayat Imunisasi

Apakah sudah mendapatkan imunisasi dasar, lengkap atau tidak, apakah diberikan imunisasi ulangan dan sudah berapa kali mendapatkannya, bila tidak mendapatkan imunisasi apa alasannya.

Imunisasi = BCG 1 kali (0 – 14 bulan), DPT 3 kali ( 3, 4, 5 bulan), Polio 3 kali (3, 5, 7 bulan), Campak 1 kali (> 9 bulan).

i. Pemeriksaan Fisik

1). Keadaan Umum

Apakah anak tampak sakit ringan, sedang atau berat. Anak terlihat rewel, menangis, menyeringai atau seperti menjerit-jerit oleh karena tekanan intrakranial. Sikap berbaring aktif atau pasif, menahan nyeri (sakit perut), kelemahan aktifitas. Kesadaran apakah sadar sepenuhnya: compos mentis, apatis, samnolen, sopor atau koma.

2). Tanda- tanda vital

Tekanan darah dapat menurun, hipotensi oleh karena penurunan sirkulasi oleh karena dehidrasi. Peningkatan frekuensi nadi lebih dari 140 menit (takikardi) pada anak-anak dengan pengisian nadi cepat dan melemah bahkan tak teraba. Pernafasan cepat lebih dari 30 – 40 kali permenit.

3). Kepala dan wajah

Saat terjadinya dehidrasi ubun-ubun dapat menurun terlihat cekung, mata tampak cekung, membran mukosa kering, bibir dapat terlihat sianosis dan anak terlihat haus.

4). Leher

Perhatikan bentuknya apakah simetris atau tidak, adakah benjolan oleh karena pembengkakan kelenjar limpe, perhatikan bila ada kaku kuduk oleh karena meningitis atau bila terjadi kehilangan sejumlah besar cairan elektrolit awasi adanya kejang.

5). Thorak

Inspeksi bentuk thorak apakah bulat simetris atau ada kelainan bentuk seperti funnel chest, pigeon chest atau barrel chest. Perhatikan frekuensi pernafasan, irama apakah normal atau pernafasan kusmaul yang cepat dan dalam. Auskultasi bunyi nafas pokok atau ada bunyi tambahan. Perkusi apakah sonor, redup atau pekak.

6). Abdomen

Perhatikan bentuknya simetris atau tidak, cembung simetris oleh karena adanya udara, cairan (asites). Cembung tidak simetris oleh karena adanya pembesaran organ-organ dalam perut seperti hepatomegali, splenomegali atau karena adanya tumor. Bentuk cekung oleh karena dehidrasi atau malnutrisi. Keadaan dinding perut pada dehidrasi, turgor kulit menurun atau jelek, adakah nyeri tekan atau keram perut, auskultasi juga bising usus pada diare akan terjadi peningkatan peristaltik usus..

7). Genetalia

Apakah ada kelainan atau tidak, anus apakah ada kemerahan oleh karena iritasi akibat peningkatan frekuensi buang air besar.

8). Eliminasi

Frekuensi buang air besar yang sering dengan konsistensi feses cair dapat disertai dengan lendir atau warna kehijauan dan sedikit kencing dengan tingkat derajat dehidrasi yang berat.

9). Ekstremitas

Kelemahan dalam beraktivitas, adanya sianosis pada ujung ektremitas, perhatikan juga bila adanya clubbing pada jari.

10). Antropometri

Pengukuran BB, TB, LK, LD dan Lila. Penurunan BB dapat terjadi oleh karena dehidrasi dan juga gangguan nutrisi.

11). Pemeriksaan medis

Pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan elektrolit, BUN, kreatinine, glukosa, kultur tinja, pH, lekosit dan adanya darah.

2. Diagnosa Keperawatan

Langkah selanjutnya adalah perumusan masalah dan menetapkan diagnosa keperawatan berdasarkan data atau pengkajian yang diperoleh.

  1. Kurangnya volume cairan b.d. seringnya buang air besar dan encer.
  2. Risiko gangguan integritas kulit b.d. seringnya buang air besar.
  3. Risiko infeksi pada orang lain b.d. terinfeksi kuman diare atau kurangnya pengetahuan tentang pencegahan penyebaran penyakit.
  4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. menurunnya absorbsi makanan dan cairan.
  5. Kurangnya pengetahuan b.d. perawatan anak.
  6. Cemas dan takut pada anak/orangtua b.d. hospitalisasi dan kondisi sakit.

3. Perencanaan

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai.

  1. Keseimbangan cairan dapat dipertahankan dalam batas normal yang ditandai dengan pengeluaran urine sesuai, pengisian kembali kapiler kurang dari 2 detik, turgor kulit elastis, membran mukosa lembab dan berat badan tidak menunjukkan penurunan.
  2. Anak tidak menunjukkan gangguan integritas kulit yang ditandai dengan kulit utuh dan tidak lecet.
  3. Tidak terjadi penularan diare pada orang lain.
  4. Anak akan toleran dengan diit yang sesuai yang ditandai dengan berat badan dalam batas normal dan tidak terjadi kekambuhan diare.
  5. Orangtua dapat berpartisipasi dalam perawatan anak.
  6. Anak dan orangtua menunjukkan rasa cemas atau takut berkurang yang ditandai dengan orangtua aktif merawat anak, bertanya dengan perawat atau dokter tentang kondisi dan klarifikasi dan anak tidak menangis.

4. Pelaksanaan

Tindakan keperawatan atau implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan oleh perawat dan klien yang terdiri dari fase persiapan, fase operasional dan fase terminasi.

a. Meningkatkan hidrasi dan keseimbangan elektrolit

1). Kaji status hidrasi, ubun-ubun, mata, turgor kulit dan membran mukosa.

2). Kaji pengeluaran urine, gravitasi atau berat jenis urine.

3). Kaji pemasukan dan pengeluaran cairan.

4). Pemeriksaan laboratorium sesuai program, elektrolit, Ht, pH, dan serum albumin.

5). Pemberian cairan dan elektolit sesuai protokol (dengan oralit, dan cairan parenteral bila ada indikasi).

6). Pemberian obat anti diare dan antibiotik sesuai program.

7). Anak istirahatkan.

b. Mempertahankan keutuhan kulit.

1). Kaji kerusakan kulit atau iritasi setiap buang air besar.

2). Gunakan kapas lembab dan sabun mandi (atau pH normal) untuk membersihkan anus setiap buang air besar.

3). Hindari dari pakaian dan pengalas tempat tidur yang lembab.

4). Ganti popok/kain apabila lembab atau basah.

5). Gunakan obat kream bila perlu untuk perawatan perineal.

c. Mengurangi dan mencegah penyebaran infeksi

1). Ajarkan cara mencuci tangan yang benar pada orangtua dan pengunjung.

2). Segera bersihkan dan angkat bekas buang air besar dan tempatkan pada tempat yang khusus.

3). Gunakan standar pencegahan universal (seperti: gunakan sarung tangan dan lain-lain).

4). Tempatkan pada ruangan yang khusus.

d. Meningkatkan kebutuhan nutrisi yang optimum

1). Timbang BB anak setiap hari.

2). Monitor intake dan output.

3). Setalah rehidrasi, berikan minuman oral dengan sering dan makanan yang sesuai dengan diit dan usia dan atau BB anak.

4). Hindari minuman buah-buahan.

5). Lakukan kebersihan mulut setiap habis makan.

6). Bagi bayi, ASI tetap diteruskan.

7). Bila bayi tidak toleran dengan ASI berikan formula yang rendah laktosa.

e. Meningkatkan pengetahuan orangtua

1). Kaji tingkat pemahaman orangtua.

2). Ajarkan tentang prinsip diit dan kontrol diare.

3). Ajarkan pada orangtua tentang pentingnya cuci tangan untuk menghindari kontaminasi.

4). Jelaskan tentang penyakit, perawatan dan pengobatan.

5). Jelaskan pentingnya kebersihan.

f. Menurunkan rasa takut/cemas pada anak dan orangtua

1). Ajarkan pada orangtua untuk mengekspresikan perasaan takut dan cemas, dengarkan keluhan orangtua dan bersikap empati, dan sentuhan teraupetik.

2). Gunakan komunikasi teraupetik, kontak mata, sikap tubuh dan sentuhan.

3). Jelaskan setiap prosedur yang dilakukan pada anak dan orangtua.

4). Libatkan orangtua dalam perawatan anak.

5). Jelaskan kondisi anak, alasan pengobatan dan perawatan.

5. Evaluasi

Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang telah diberikan. Hal-hal yang perlu dievaluasi adalah keakuratan, kelengkapan, kualitas data atas analisa data yang ditemukan apakah belum teratasi, sebagian teratasi atau sudah teratasi terhadap tujuan yang ingin dicapai untuk melaksanakan perencanaan selanjutnya.

Sabtu, 17 Juli 2010

Askep Post SC

DASAR TEORITIS

A. Konsep Dasar

1. Pengertian

a. Nifas (puerperium) adalah masa pulihnya kembali alat-alat reproduksi yang dimulai setelah partus selesai, dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genital baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan.

Read More

b. Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus.

c. Disproporsi Cefalo Pelvik artinya bahwa janin tidak dapat dilahirkan per vaginam secara normal, kalau anak hidup akan dilakukan tindakan seksio sesarea, karena ketidakseimbangan antara bagian terendah janin dengan panggul ibu. Read more

2. Perubahan Fisiologis Masa Nifas

Perubahan fisiologis pada periode post partum meliputi masa involusi yang merupakan proses kembalinya (ukuran dan fungsi) sistem reproduksi kekondisi sebelum hamil dan berlangsung hingga minggu keenam post partum. Dalam waktu tiga sampai empat hari involusi berlangsung cepat karena kontraksi uterus berlangsung baik.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada masa nifas adalah

a. Involusi Uterus

Pada akhir kala III dari persalinan uterus berada pada garis tengah, ± 2 cm dibawah umbilikus, dengan fundus menetap pada sakral promontorium. Selanjutnya setiap 24 jam penurunan fundus uteri ± 1 – 2 cm sehingga pada hari kesepuluh masa post partum palpasi fundus sudah tidak teraba lagi.

b. Kontraksi Uterus

Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna setelah persalinan bayi, yang merupakan respons untuk segera mengurangi jumlah volume intra uterin. Selama 1 – 2 jam pertama post partum, aktivitas uterin menurun secara progressif dan stabil. Pada waktu pertama keadaan uterin ibu ditingkatkan ehingga fundus menetap dengan tegas. Periode relaksasi dan kontraksi dengan kuat adalah lebh umum pada kehamilan dan mungkin menyebabkan nyeri perut yang tidak nyaman yang disebut after pains dimana terus berlangsung sampai masa puerperium.

c. Serviks

Serviks akan tampak adanya oedema, tipis dan terbuka. Portio teraba lunak, kemerahan dan mungkin laserasi pada 18 jam post partum serviks memendek dan mengeras pada akhir minggu pertama pulih sempurna.

d. Vagina

Penurunan kadar estrogen pada post partum bertanggung jawab terhadap penipisan mukosa vagina dan ketidakadaan rugae. Rugae akan timbul pada minggu keempat, meskipun tidak pernah sebagus seperti pada wanita nullipara.

e. Payudara/laktasi

Konsistensi hormon-hormon yang distimulasikan pada payudara berkembang selama kehamilan (estrogen, progesteron, gonadotrofin, prolaktin, kortisol dan insulin) menurun dengan cepat setelah persalinan. Pada ibu yang tidak menyusui umumnya teraba nodular-nodular. Nodular-nodular itu bilateral dan menyebar.

f. Lochea

Lochea adalah keluaran dari uterus setelah melahirkan. Pada awal pemulihan uterin post partum adalah merah terang, berubah menjadi merah tua atau coklat kemerah-merahan, itu mungkin berisi sedikit gumpalan-gumpalan dan bekuan darah.

3. Indikasi Seksio Sesarea

Menurut statistik tentang 3509 kasus seksio sesarea yang disusun oleh Peel dan Chamberlain (1968) indikasi untuk seksio sesarea adalah :

a. Disproporsi Cefalo Pelvik (disproporsi janin-panggul) 21%

b. Gawat janin 14%

c. Plasenta Previa 11%

d. Pernah dilakukan seksio sesarea 11%

e. Kelainan letak 10%

f. Incoordinate Uterina Action 9%

g. Pre eklampsia dan hipertensi 7%

Dengan angka kematian ibu sebelum dikoreksi 170/00 dan sesudah dikoreksi 0,580/00, sedang kematian janin 14,50/00. Pada 774 persalinan yang kemudian terjadi, terdapat 1,03 0/00 ruptura uteri.

4. Kontraindikasi Seksio Sesarea

Dalam praktek obstetri modern, pada hakekatnya tidak terdapat kontraindikasi untuk seksio sesarea. Meskipun demikian seksio sesarea jarang diperlukan bila janin sudah mati atau terlalu prematur untuk bisa hidup. Pengecualian untuk pemerataan tersebut mencakup panggul sempit pada tingkatan tertentu dimana persalinan per vaginam dalam kasus plasenta previa, dan sebagian besar kasus letak lintang kasep. Dan sebaliknya, bila mekanisme pembekuan darah ibu mengalami gangguan yang serius, persalinan dengan insisi yang seminimal mungkin yaitu persalinan per vaginam lebih disukai untuk sebagian besar keadaan.

5. Jenis-jenis Seksio Sesarea

a. Seksio sesarea transperitonealis profunda

b. Seksio sesarea klasik atau korporal

c. Seksio sesarea ekstraperitoneal

6. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan Seksio Sesarea

a. Seksio sesarea elektif

b. Anestesia

c. Transfusi darah

d. Pemberian antibiotika

7. Komplikasi Seksio Sesarea

a. Pada Ibu

1) Infeksi puerperal

2) Perdarahan

3) Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme paru-paru, dan sebagainya sangat jarang terjadi

4) Komplikasi yang tampak kemudian, ialah kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.

b. Pada anak

Nasib anak yang dilahirkan dengan seksio sesarea banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan seksio sesarea. Menurut statistik di negara-negara dengan pengawasan antenatal dan intranatal yang baik, kematian perinatal pasca seksio sesarea berkisar antara 4 dan 7%.

B. Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan adalah suatu pendekatan sistematis untuk mengenal masalah pasien dan mencarikan alternatif pemecahan masalah dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan pasien yang merupakan proses pemecahan masalah dinamis dalam memperbaiki dan meningkatkan kesehatan pasien sampai ketahap maksimum dengan menggunakan pendekatan ilmiah yang terdiri dari 4 tahap yaitu pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Effendi, 1995 : 8).

1. Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan.

Mengutip dari buku “Rencana Keperawatan Maternal/Bayi”, menurut Doenges, dkk., (2001), bahwa pengkajian pada klien melahirkan sesarea adalah riwayat yang meliputi seluruh pengkajian dasar data klien prenatal, catatan alasan (indikasi) dilakukan bedah sesarea, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Adapun hasil pengkajian yang ditemukan pada klien dengan seksio sesarea berdasarkan literatur Standar Perawatan Pasien, vol.4, adalah sebagai berikut :

Observasi/temuan

Indikasi

Disroporsi Sefalo Pelvik pada kehamilan sekarang

Distres janin

Kegagalan untuk melanjutkan persalinan

Malposisi janin

Presentasi bokong

Melintang

Presentasi verteks abnormal

Prolaps tali pusat

Abrupsio plasenta

Plasenta previa

Pemeriksaan praoperasi / diagnostik

Pemantauan janin terhadap kesehatan janin

Pemantauan EKG

Elektrolit

Hb / Ht

Golongan dan pencocokan silang darah

Urinolisis

Amniosintesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi

Pemeriksaan sinar-x sesuai indikasi

Ultrasound sesuai pesanan

Potensial komplikasi

Hemoragi; fundus uterus lunak, relaks

Syok, Anemia

Infeksi,

Peningkatan suhu

Takikardia

Bau lochea busuk

Sisi insisi

Kemerahan

Nyeri

Bengkak

Drainase

Sistitis, Pembesaran payudara

Pneumonia, Paralitik Ileus, Tromboplebitis, Emboli Pulmoner

Perubahan perilaku (rasa bersalah, depresi, menarik diri, kurang kontak dengan atau perawatan bayi baru lahir)

Reaksi anastesia

Cedera janin selama pembedahan

Kehilangan darah janin selama pembedahan

Depresi / resusitasi neonatal pada saat melahirkan

Penatalaksanaan Medis

Cairan IV sesuai indikasi

Anastesia : regional atau general

Perjanjian orang terdekat untuk tujuan SC

Tes laboratorium / diagnostik sesuai indikasi

Tanda vital per protokol ruangan pemulihan

Persiapan kulit pembedahan abdomen. Persetujuan ditandatangani

Pemasangan kateter foley

Ambulasi progresif sesuai toleransi

Obat nyeri, pelunak feses,antiflatulen sesuai indikasi

Diet reguler sesuai toleransi; anjurkan cairan dan kudapan peroral

Masukan dan haluaran

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut American Nursing Association, Diagnosa keperawatan adalah respon individu pada masalah kesehatan yang aktual dan potensial. Yang di maksud dengan masalah aktual adalah masalah yang di temukan pada saat di lakukan pengkajian, sedangkan masalah potensial adalah yang kemungkinan akan timbul kemudian (Effendi, 1995 : 26).

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah-masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar-dasar pemilihan intervensi untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat (NANDA; 1990).

Berdasarkan teori keperawatan, seperti yang di kemukakan oleh Tucker et.all.,(1999), diagnosa yang sering timbul pada klien post partum dengan tindakan sectio caesarea adalah : nyeri berhubungan dengan kondisi pasca operasi, kerusakan perfusi jaringan kardiopulmoner dan perifer berhubungan dengan interupsi aliran sekunder terhadap immobilitas pasca operasi, potensial terjadinya perubahan pola eliminasi perkemihan dan /atau konstipasi berhubungan dengan manipulasi dan/atau trauma sekunder terhadap sectio caesarea, potensial terjadinya infeksi atau cedera yang berhubungan dengan prosedur pembedahan yang berhubungan dengan prosedur pembedahan, kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang perawatan melahirkan pasca operasi, dan potensial terjadinya retensi perkemihan yang berhubungan dengan oedema lanjutan berkenaan dengan kelainan pada masa kehamilan.

Menurut Doenges, M.E., dkk., (2001), dikatakan bahwa diagnosa keperawatan pada klien melahirkan seksio sesarea adalah :

a. Perubahan (ikatan) proses keluarga berhubungan dengan perkembangan transisi/peningkatan anggota keluarga, krisis situasi.

b. Nyeri (akut) berhubungan dengan prosedur pembedahan, efek-efek anestesia dan hormonal, distensi kandung kemih/abdomen.

c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep diri, transmisi/kontak interpersonal, kebutuhan tidak terpenuhi.

d. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan efek-efek anestesia, trauma jaringan.

e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif dan/atau peningkatan pemajanan lingkungan, trauma jaringan/kulit rusak, penurunan Hb, malnutrisi.

f. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot, kurang masukan, nyeri perineal/rektal.

g. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai perubahan fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi.

h. Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan dan ketahanan, ketidaknyamanan fisik.

3. Perencanaan

Perencanaan dalam proses keperawatan lebih dikenal dengan Rencana Asuhan Keperawatan atau rencana keperawatan, yang merupakan tahap selanjutnya setelah pengkajian dan penentuan diagnosa keperawatan.

Adapun unsur-unsur dari tahap perencanaan, adalah sebagai berikut:

a. Memprioritaskan masalah, yaitu menentukan masalah apa yang memerlukan perhatian atau prioritas masalah yang ditemukan

b. Perumusan tujuan, yaitu tujuan administrasi ditetapkan dalam bentuk jangka panjang atau jangka pendek, harus jelas, dapat diukur dan realistis

c. Penentuan tindakan keperawatan, yaitu perawat mempertimbangkan beberapa alternatif tindakan keperawatan dan melaksanakan tindakan yang mungkin berhasil, mengurangi, atau memecahkan masalah klien

d. Rasionalisasi adalah alasan dari adanya atau dilakukannya tindakan keperawatan

e. Penentuan kriteria evaluasi merupakan tolok ukur keberhasilan tindakan keperawatan.

Adapun rencana tindakan keperawatan pada klien dengan seksio sesarea menurut Doenges, dkk., (2001), adalah sebagai berikut :

a. Perubahan (ikatan) proses keluarga berhubungan dengan perkembangan transisi/peningkatan anggota keluarga, krisis situasi.

Tujuan : Keluarga menerima kehadiran anggota baru dengan baik.

Kriteria :

1) Mendemonstrasikan perilaku kedekatan dan ikatan yang tepat

2) Menggendong bayi bila kondisi ibu dan neonatus memungkinkan

3) Mulai secara aktif mengikuti tugas perawatan bayi baru lahir dengan tepat

Rencana tindakan :

1) Anjurkan klien untuk menggendong, menyentuh, dan memeriksa bayi, tergantung pada kondisi klien dan bayi baru lahir. Bantu sesuai kebutuhan.

2) Berikan kesempatan pada ayah/pasangan untuk menyentuh dan menggendong bayi.

3) Observasi dan catat interaksi keluarga-bayi, perhatikan perilaku yang dianggap menandakan ikatan dan kedekatan dalam budaya tertentu.

4) Perhatikan pengungkapan/perilaku yang menunjukkan kekecewaan atau kurang minat/kedekatan.

5) Berikan kesempatan pada orang tua untuk mengungkapkan perasaannya.

6) Berikan informasi sesuai kebutuhan tentang keamanan dan kondisi bayi. Dukung pasangan sesuai kebutuhan.

b. Nyeri (akut) berhubungan dengan prosedur pembedahan, efek-efek anestesia dan hormonal, distensi kandung kemih/abdomen.

Tujuan : Nyeri teratasi atau berkurang

Kriteria :

1) Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi nyeri/ketidaknyamanan dengan tepat.

2) Mengungkapkan berkurangnya nyeri.

3) Tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat.

Rencana tindakan :

1) Tentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyamanan. Perhatikan isyarat verbal dan non verbal.

2) Berikan informasi dan petunjuk antisipasi mengenai penyebab ketidaknyaman dan intervensi yang tepat.

3) Evaluasi tekanan darah dan nadi; perhatikan perubahan perilaku.

4) Perhatikan adanya nyeri tekan uterus dan adanya/karakteristik nyeri penyerta; perhatikan infus oksitosin pascaoperasi.

5) Ubah posisi klien, kurangi rangsangan yang berbahaya, dan berikan gosokan punggung. Anjurkan teknik relaksasi dan distraksi.

6) Anjurkan ambulasi dini dan menghindari makanan atau cairan pembentuk gas.

c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep diri, transmisi/kontak interpersonal, kebutuhan tidak terpenuhi.

Tujuan : Ansietas dapat teratasi

Kriteria :

1) Dorong keberadaan/partisipasi dari pasangan

2) Tentukan tingkat ansietas dan sumber dari masalah.

3) Bantu klien/pasangan dalam mengidentifikasi mekanisme koping yang lazim dan perkembangan strategi koping baru jika dibutuhkan.

4) Berikan informasi yang akurat tentang keadaan klien/bayi.

5) Mulai kontak antara klien/pasangan dengan bayi sesegera mungkin.

d. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan efek-efek anestesia, trauma jaringan.

Tujuan : Cedera tidak terjadi

Kriteria :

1) Mendemonstrasikan perilaku untuk menurunkan faktor-faktor resiko dan/atau perlindungan diri.

2) Bebas dari komplikasi.

Rencana tindakan :

1) Tinjau ulang catatan pranatal dan intrapartal terhadap faktor-faktor yang mempredisposisikan klien pada komplikasi. Catat kadar Hb dan kehilangan darah operatif.

2) Pantau TD, nadi dan suhu. Catat keadaan kulit, perubahan perilaku, perlambatan pengisian kapiler, atau sianosis.

3) Inspeksi balutan terhadap perdarahan berlebihan.

4) Perhatikan kateter dan jumlah aliran lochea dan konsistensi fundus.

5) Pantau masukan cairan dan haluaran urine.

6) Anjurkan ambulasi dini dan bantu klien pada ambulasi awal.

e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif dan/atau peningkatan pemajanan lingkungan, trauma jaringan/kulit rusak, penurunan Hb, malnutrisi.

Tujuan : Infeksi tidak menjadi aktual.

Kriteria :

1) Menunjukkan luka bebas dari drainase purulen dengan tanda awal penyembuhan, uterus lunak/tidak nyeri tekan, aliran dan karakter lochea normal.

2) Bebas dari infeksi, tidak demam, tidak ada bunyi napas adventisius, dan urin jernih kuning pucat.

Rencana tindakan :

1) Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan dengan cermat.

2) Tinjau ulang Hb/Ht pranatal; perhatikan adanya kondisi yang mempredisposisikan klien pada infeksi pascaoperasi.

3) Kaji status nutrisi klien.

4) Dorong masukan cairan oral dan diet tinggi protein, vitamin C, dan zat besi.

5) Inspeksi balutan abdominal terhadap rembesan atau eksudat.

6) Perhatikan sistem drainase urin tertutup yang steril.

7) Berikan perawatan perineal dan kateter, dan penggantian pengalas.

8) Catat frekuensi/jumlah dan karakteristik urine.

9) Inspeksi sekitar infus I.V. terhadap eritema atau nyeri tekan.

f. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot, kurang masukan, nyeri perineal/rektal.

Tujuan : Bab lancar/normal seperti biasanya.

Kriteria :

1) Mendemonstrasikan kembalinya motilitas usus dibuktikan oleh bising usus aktif dan keluarnya flatus.

2) Mendapatkan kembali pola eliminasi biasanya/optimal dalam 4 hari pascapartum.

Rencana tindakan :

1) Auskultasi bising usus pada keempat kuadran setiap 4 jam setelah kelahiran sesaria.

2) Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau ketidaknyamanan.

3) Anjurkan cairan oral yang adekuat dan peningkatan diet makanan kasar dan buah-buahan, serta sayuran dengan bijinya.

4) Tingkatkan ambulasi dini.

g. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai perubahan fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi.

Tujuan : Pengetahuan klien bertambah

Kriteria :

1) Mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologis, kebutuhan-kebutuhan individu, hasil yang diharapkan.

2) Melakukan aktivitas/prosedur yang perlu dengan benar.

Rencana tindakan :

1) Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar.

2) Berikan rencana penyuluhan tertulis dengan menggunakan format yang distandarisasi atau ceklis.

3) Kaji keadaan fisik klien.

4) Perhatikan status psikologis dan respons terhadap kelahiran sesaria serta peran menjadi ibu.

5) Berikan informasi yang berhubungan dengan perubahan fisiologis dan psikologis yang normal berkenaan dengan kelahiran sesaria dan kebutuhan yang berkenaan dengan periode pascapartum.

6) Tinjau ulang kebutuhan-kebutuhan perawatan diri dan anjurkan partisipasi dalam perawatan diri bila klien mampu.

7) Demonstrasikan teknik-teknik perawatan bayi

8) Diskusikan rencana-rencana untuk penatalaksanaan di rumah.

h. Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan dan ketahanan, ketidaknyamanan fisik.

Tujuan : Perawatan terhadap diri sendiri meningkat.

Kriteria

1) Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan perawatan diri.

2) Mengidentifikasi/menggunakan sumber-sumber yang tersedia.

Rencana tindakan :

1) Pastikan berat/durasi ketidaknyamanan.

2) Kaji status psikologis klien.

3) Tentukan tipe-tipe anestesia; perhatikan adanya pesanan atau protokol mengenai pengubahan posisi.

4) Ubah posisi klien setiap 1-2 jam; bantu dalam latihan paru, ambulasi dan latihan kaki

5) Berikan bantuan sesuai kebutuhan dengan hygiene.

4. Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pelaksanaan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal.

Tahap pelaksanaan merupakan bentuk tindakan yang direncanakan sebelumnya dan disesuaikan dengan waktu pelaksanaan tindakan.

5. Evaluasi

Penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.

Evaluasi asuhan keperawatan merupakan tahap akhir proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai hasil dari keseluruhan tindakan keperawatan yang dilakukan, ditulis dalam catatan perkembangan yang berfungsi untuk mendokumentasikan keadaan klien baik berupa keberhasilan maupun ketidakberhasilan yang dilihat berdasarkan masalah yang ada.

Evaluasi ini dapat bersifat formatif yaitu evaluasi yang dilakukan secara terus menerus untuk menilai hasil tindakan yang dilakukan, yang juga disebut sebagai tujuan jangka pendek. Dan dapat pula bersifat sumatif yaitu evaluasi dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan keperawatan yang disebut dengan mengevaluasi pencapaian tujuan jangka panjang.